Terorisme Global

1 Terminologi Terrorisme Dalam Islam (Jama’ah Islamiyah)

ARTI LEKSIKAL DARI TERRORIS. Dalam kamus Inggeris-Indonesia, terror berarti kecemasan. Terroris berarti pengacau. Terrorisme berarti penggentaran. Terrorize berarti menakut-nakuti. Terrify berarti mmenakutkan, menakuti. Terrific berarti menakutkan, mengerikan. Terrible berarti mengerikan. Dalam kamus Arab-Indonesia, terdapapat kata faza’un (fazi’a) dan ru’bun (ru’ban) yang berarti menakut-nakuti, menggentarkan, mengancam. AlQaid berarti panglima perang. Panglima Perang Islam adalah Muhammad Rasulullah saw. Jenderaal Mahmud Syait Khattab dari Iraq menulis buku “ArRasul AlQaid”, yang juga menjadi rujukan/acuan Muhammad Husein Haekal dalam menyusun “Sejarah Hidup Muhammad saw”.

Namun sehubungan dengan terrorisme yang gencar disandangkan pada Islam, maka dalam khazanah Fiqih Islam terdapat terminologi “Hirabah” yang mengacu pada QS 5:33. Hirabah berarti kelompok (thaifah, ‘ashaabah) yang terang-terangan melakukan tindakan makar, tindakan yang melawan hukum Allah dan RasulNya, seperti : berbuat kenonaran, kekacauan, kerusuhan, prahara, huruhara, penjagalan, pembegalan, pembantaian, peramapasan, penjarahan, perampokan, perompakan, pembajakan, perkosaan, perusakan, penodongan, penculikan, penyiksaan. Kelompok ini bisa mengganggu persatuan, pendidikan, perekonomian, keamanan, ketertiban, merongrong, menciderai, menodai, mencemarkan agama, merusak tatanan norma akhlak, hukum, perundang-undangan.

Kelompok ini bukanlah Jama’ah Islamiyah. Jama’ah Islamiyah adalah kelompok yang mengikuti tuntunan Rasulullah saw. “Barangsiapa yang menghadapkan senjata kepada kami (meneror kami umat Islam), maka bukanlah dari kami (umat Islam)” (HR Bukhari, Muslim dari Ibnu Umar). Rela bertuhankan Allah swt, bernabikan Muhammad saw, beragamakan Islam, berpimpinan Qur:an.

Perusak ketertiban umum dan keamanan, perusak lalu lintas ekonomi bukanlah termasuk dalam kelompok Jama’ah Islamiyah. Yang merongrong kewibawaan Islam bukanlah termasuk kelompok Jama’ah Islamiyah. Jama’ah Islamiyah itu adalah kelompok yang bisa selamat sejahtera siapa saja dengan ucapan dan perbuatannyaa. Islam hanya mengenal Jama’ah Islamiyah dan lawannya Jama’ah Jahiliyah.

Mudah-mudahan ada yang tampil semacam Emile Zola (pengarang Perancis tahun 1898) yang mengajukan J’accuse (saya menuntut, saya menggugat) membela perkara kapten Dreyfus yang menurutnya tidak bersalah, tetapi oleh pengadilan militer Perancis dijatuhi hukuman mati (tahun 1894) dengan tuduhan jadi mata-mata musuh.

“Ya Allah, kami berlindung kepadaMu dari kelemahan, kemalasan, kepenakutan, kepikunabn, kekikiran, siksa kubur, godaan hiudp dan mati, kejerat hutang dan dari bulan-bulan terrorisme (ghalabatir rijaal)” (HR Muslim dari anas

2 Manipulasi Terminologi Terrorisme.

Teror mencakup statemen, pernyataan, ucapan, aktivitas, kegiatan, perbuatan, tindakan yang dilancarkan untuk menimbulkan ketakutan, kecemasan, keelisahan, keresahan orang per orang mau pun bersama-sama. Bentuknya bisa berupa ancaman lewan tilpon atau pun lewat media massa, unjuk gigi, pembajakan kendaraan, dan lain-lain. Pelakunya bisa bermacam-macam. Bisa yang tertindas, yang teraniaya. Bisa pula yang menindas, yang menganiaya, sebagai kontra terror (Teror lawan Teror).

Terorisme semula bermakna tindakan kekerasan disertai dengan sadisme yang dimaksudkan untuk menatuk-nakuti lawan. Namun kemudian dalam kamus AS dan sekutunya, arti terorisme disimpangkan menjadi tindakan protes yang dilakukan negara-negara Muslim atau kelompok-kelompk kecil.

AS dan sekutunya sangat benci dan dendam terhadap Islam. Ketika terjadi peristiwa peledakan gedung Morrah di Oklahoma maka para “pakar’ dan masyarakat AS senada menyebut “pasti” orang Islamlah pelakunya. Namun ketika ternyata bom itu diledakakan oleh orang AS sendiri, kulit putih pula, “nyaris” nyaring terdengar desah kekecewaan (mengapa akok bukan orang Islam pelakunya), dari penuding itu, demikian komentator siaran TV BBC yang melakukan investigasi mengenai masalah itu. Sudah begitu pun, salah seorang yang diwqawancarai menyebut ´kenyataan itu sama sekali tidak menghilangkan kecurigaan terhadap orang Islam” (hanya karena Islamnya). Padahal, orang-orang Islam itu ikut menyumbang mengumpulkan dana korban Morrah (Reza Sudrajat : “Penjajahan Terminologi”, Risalah Dakwah HUSNAYAIN, Edisi 160, Agustus 2001).

Kehancuran WTC (World Trade Centre) dan Pentagon dijadikan momentum untuk memojokkan Islam dan Ummat Islam, dengan menuduhnya sebagai teroris, pelaku peledakan itu. Bahkan setelah peristiwa tragis itu, George W Bush, Presiden AS mengatakan “Perang Salib dimulai lagi” (Ahlul Irfan, SPd MM : “Terorisme versus Jihad Fisabilillah”, Bulletin NADZIR, Edisi 23, September 2001).

3 Terror mental (stigmatisasi)

Dulu, disamping melancarkan serangan fisik bersenjata, musuh-musuh Islam juga melancarkan serangan terror mental terhadap para Rasul dan pengikutnya. Antara lain dengan menyebarkan labelisasi, stigmatisasi, bahwa Rasul dan pengikutnya itu adalah orang-orang aneh, penyair, penyair gila, pelajar gila, orang gila, penyihir gila, penyihir, penyihir pintar, penyihir dusta, pembohong, pembual, orang-orang sesat, orang-orang bodoh, orang-orang sok, orang-orang hina (Prof Dr Hamka : “Tafsir AlAzhar”, juzuk XXIII, hala 41, Surah Yasin 36:30).

Juga menyebarkan labelisawsi, stigmatisasi, bahwa ajaran Islam yang dibawa Rasul itu adalah mimpi kacau, kebohongan, sihir, cerita lama, lagu lama.

Kini dengan gesit sistimatis menyebarkan labelisasi, stigmatisasi bhawa orang-orang Islam itu adalah fundamentalis, radikalis, ekstrimis, terroris, dan lain-lain. Stigmatisasi ini dengan gencar dihembuskan, ditiupkan oleh Barat (AS dan sekutunya) (Hadi Mujiono : “Arogansi Barat Terhadap Islam”, dalam Serial MEDIA DAKWAH, No.179, Mei 1989, hal 62-63).

Label, stigma ekstrimis, radikalis, terroris disandangkan kepada semua pihak yang menantang, melawan kebijakan AS-Israel dan sekutunya (Jalaluddin Rahkmat : “Kamus Terrorisme Dari Chomsky”, dalam Noam Avram Chomsky : “Maling Teriak Maling : Amerika Sang Terroris ?”, hal XVI-XVII).

Dulu, Pembesar-pembesar kaum Fir’aun berkata kepada Fir’aun : “Apakah kamu membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat kerusakan di negeri ini ?” (QS 7:127). Musa berkata kepada kaumnya : “Mohonkanlah pertolongan kepada Allah dan ersabarlah” (QS 7:128).

Kini Amerika Serikat dan sekutunya berseru kepada masyarakat dunia (PBB) : “Apakah kalian akan membiarkan umat islam untuk melakukan terror di dunia ini ? ” Pemuka-pemuka Islam menghimbau umat Islam untuk berdo’a memohon pertolongan kepada Allah dan tetap tabah menangkisnya.

4 Tantangan Yahudi dan Kristen terhadap Islam

“Orang-orang Yahudi an Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agma mereka ” (QS 2:120).

Pertentangan, permusuhan berabad-abad antara Yahaudi-Israel dengan Arab-Islam yang tidak kunjung berkesudahan – menurut Eddy Crayn Hendrik (kini Muhammad Zulkarnain) – berasal, bermula, berpangkal pada kebencian, perseteruan antara keturunan dua saudara Izhak dan Ismail. Dalam setiap konflik, maka Eropah senantiasa berpihak pada Yahudi-Isrel, karena Eropah adalaha anak keturunan Izhaak dari anak Yacob yang ketujuh, yaitu Dan yang berkembangbiak di Eropah, yang antara lain dikenali dari sebutan Dans Louge, Din Dal, Dun Drum, Don Egal, Den Glue, Dnipyer, Din In, Den Hag, Den Helder, Dniesten, Denmark, dan Saacson (putera Isaac) (INTIFADAH, 1998, No.1, hal 5,19, No.2, hal 13, “Mengapa Saya Beragama Islam”, hal 15).

Definisi terorisme dalam perspektif Barat kaidahnya dibentuk oleh kultur Yahudi-Kristen dan bertumpu pada warisan sejarah terhadap dunia Arab-Islam yang tidak mungkin bisa diabaikan. Inilah yang ditegaskan Samuel Huntington, pemilik teori “prang peradaban” (The Clash of Civilization) yang menytakan bahwa prang yang terjadi sejalan dengan garis perpecahan antara dua peradaban : Barat – termasuk Israel – dan Islam yang sudah berlangsusng sejak 1300 tahun yang lalu. Interaksi yang telah berabad-abad usianaya antara Barat dan Islam ini, tidak akan reda dengan mudah begitu saja. Bahkan barangkali justru semakin parah (Musthafa muhammad Thahhan : Rekonstruksi Pemikiran Menuju Gerakan Islam Modern”, 2000:204).

Samuel Huntington menempatkan peradaban agma menjadi faktor yang sangat menentukan. Barat melawan yang bukan Barat. Termmasuk ke dalam Barat aalah Kristen Orthodoks, Katholik dan Protestan, Amerika Latin. Sedangkan yang bukan Barat aalah Dunia Islam dan Dunia Cina, termasuk ke dalamnya Konfusianisme, Jepang, Hinduisme India, Afrika (GATRA, No.24, 2 Mei 1998, hal 30).

Samuel P Huntington menyangsikan keberhasilan keangkitan Islam berdasarkan adanya benturan (clash) antara berbagai peradaban (ALMUSLIMUN, No.334, Januari 1998, hal 71, Tsaqafah, “The Clash of Civiliztion and the Remaking of World Order”, 1996).

5 Tantangan Yahudi-Israel

Simon Prez, mantan Perdana Menteri Israel memperjelas pernyataannya dalam suatu Muktamar yang dihadiri oleh seagian besar pemimpin-pemimpin dunia, menyusul jatuhnya sejumlah warga Israel di tangan organisasi HAMAS, bahwa “politik dunia internasional yang berpengaruh di Timur Tengah telah bersiap-siap untuk melakukan perubahan”. Dikatakannya “Bukan hanya HAMAS atau Jihad Islam saja yang menjadi musuh kita, akan tetapi juga seluruh infrastruktur yang berbicara tentang perlawanan terhadap bangsa Yahudi. Ini Masjid, penulis, partai-partai, dan jama’ah-jama’ah di negara-negara Arab atau negara-negara Islam lainnya, baik Iran atau Turki, mereka adalah musuh-musuh kita juga, dan musuh tatanan dunia seluruhnya” (“Rekonstruksi Pemikiran …”, 2000:198). Presiden Israel, ‘Izraa Weisman, pernah mengtakan “Sesungguhnya kami, ketika mencari orang-orang HAMAS adalah seperti orang yang mencari sebuah jarum dalam timbunan jerami. Tidak mengapa bila jerami itu kita bakar agar dapat menemukan jarum tersebut. Ia tidak merasa bersalah, berbuat teror, atau bertindak rasial, ketika menyerupkan bangsa Palestina sebagai timbunan jerami yang siap dibakar, hanya untuk menangkap satu orang, atau sekelompok orang” (“Rekonstruksi Pemikiran …”, 2000:208). Ide pembakaran timbunan jerami (pembumihangusan, pemusnahan massal, cleansisng) Weisman akan sanggup membabat habis segala macam gerakan separatis yang menggunakan strategi, taktik perang gerilya di mana pun. Sekaligus ancaman ini akan sanggup mengakhiri peang gerilya, sehingga hanya ada perang terbuka (frontal) tanpa berlindung dalam komunitas masyarakat sipil tak bersenjata.

6 Tantangan Kristen-Amerika

Harian INDONESIA RAYA tanggal 17 Juli 1969 menyiarkan wawancara wartawannya dengan Professor Stanley Spector dari ashington University. Professor tersebut pernah di Jakarta memimpin de4legasi 22 sejarawan Amerika dan mengadakan seminar tentang Studi Asia Tenggara di Bandudng. Menjawab pertanyaan wartawan itu, Professor Spector berpendapat bahwa bukan komunis yang benar-benar berahaya, tetapu “umat Islam konservatif dan fanatik”. Ia mengatakan : “mereka erbahaya karena menghendaki suatu tatanan masyarakat reaksioner dan statis. Reformasil Islam progressil dan modern penting untuk mengatasi ancaman itu (Maryam Jamilah : “Islam & Modernisme”, 1982:243-244). Seorang penulis dalam analisanya dalam koran WASHINTONG POST mengatakan “Tampaknya Islam itu cocok untuk mengisi peran jahat setelah berakhirnya perang dingin. Ia besar, menakutkan, musuh Barat, dihidupi dengan kemiskinan dan kemarahan, di samping juga menyebar di berbagai belahan bumi di dunia ini. Karena itu, peta dunia Islam mungkin dapat dditampilkan di layar TV dengan warna hijau, sebagaimana sebelumnya dunia komunis ditampilkan dengan warna merah” (“Rekonstruksi Pemikiran …”, 2000:206-207).

Richard Nixon, mantan Presiden Amerika, dalam bukunya “Kesempatan Emas” mengatakan “orang yang berineraksi dengan dunia Islam, kondisinya seperti seorang yang berada dalam lubang sempit, ditemani sejumlah ular berbisa, racunnya mengandung berbagai ideologi yang sling bertentangan dan paham nasionaalisme yang salaing memukul”. Dalam bukunya “Di Balik Islam”, Richard Nixon mengatakan “Kepentingan-kepentingan hidup kita – yang terejawantahkan dalam bentuk perlindungan bgi negara Israel dan perlawanan terhadap kelompok teroris dan radikal – telah menimbulkan pengaruh nyata terhadapa dunia Islam. Seakan ia (dunia Arab) adalah kantong yang berisi orang-orang Arab idiot yang tidak mencukur jenggotnya an orang-orang Parsia ekstrem keturunan abad-abad pertengahan” (“Rekonstruksi Pemikiran …”, 2000:204-205).

Ada kontadiksi dalam perjalanan demokrasi Barat ketika berhadapan dengan Islam. Mereka bersikukuh menganggap bahwa Islam adalah penyebab keterbelakangan. Mereka mengatakan bahwa Islam dan demokrasi adalaha dua hal yang saling bertentangan. Para aaktivis Islam – menurut mereka – hanya memanfa’atkan demokrasi tetapi tidak mempercayainya. Mereka hanaya mengambil seagiannya dan mengekspolitasinya, namun tidak memiliki kesiapan yang lebih dari itu (“Rekonstruksi Pemikiran …”, 2000:63-64).

7 Sang Provokator (Diktator Demokrasi)

Dulu, komunis yang dikenal sebagai pabrik isu. Kepiawaian komunis menggarap opini publik tak ada yang menandinginya. Komunis memanfa’atkan setiap isu untuk kepentingannya (Soemarno Diposastro : “Reformasi Jadi Kendaraan Gratis Bagi Komunis”, REPUBLIKA, Rabu, 9 Februari 2000, hal 16, Suplemen Bidik).

Kini, kapitalis Barat (dengan George W Bush dan Tonny Blairny) dan sekutunya amat terampil, piawai membuat isu, membangun, menggarap opini publik dunia. Gencar menggarap opini publik, bahwa Israel (dengan Saddam Husseinnya) memproduksi senjata pembunuh massal. Membutakan mata terhadap diri sendiri (siapa yang memusnahkan Hiroshima dan Nagasaki enam puluh tahun yang lalu, apa ada senjata perang yang tak membunuh manusia ?). Merasa diri sebagai negara, bangsa demokrasi, tetapi sikap perilaku menunjukkan perilaku agressor, pola pikir militer, anti demokrasi, semuanya diselesaikan melalui senjata yang membunuh manusia.

Gencar menggarap opini publik, bahwa Taliban dan AlQaida (dengan Osama bin Ladinnya) adalah terroris, pelaku serangan terror di Washington dan New York pada 11 Septemer 2001. Namun sudah setahun “Setelah berlalu, Amerika Serikat Belum Mampu Tumpas Taliban”, dan “Hari Ini Bush Akan Putuskan Perang Ke Irak” (MEDIA INDONESIA, Selasa, 8 Oktober 2002, hal 26, Internasional). Merasa diri seagai neara, bangsa maju, beradab, yang berpikir logis-rasional, namun sikap perilakunya menunjukkan sealiknya, yaitu sebagai negara, bangsa orthodoks, konservatif, yang emosional, tak kritis.

Gencar menggarap opini publik, bahwa Jama’ah Islamiyah dan Majelis Mujahidin (dengan Abu Bakar Baasyirnya) adalah terroris, anggota jaringan AlQaeda, otak pelaku Tragedi Bali 12 Oktober 2002. Opini ini turut diteriakkan oleh Australia (dengan Howardnya), semata-mata hanya memanfa’atkan pernyataan Menhan matori Abdul Djalil (yang tanpa dasar), tanpa menggunakan akal sehat (tak logis-rasional, tetapi emosional).

Ada warga Amerika Serikat, semacam Noam Avram Chomsky yang mengkritik sikap pemerintah Amerika Serikat yang arogan, bertindak seagai agressor, anti demokrasi, tak rasional, emosional, tak kritis. Noam Chomsky tak punya ketrampilan, kepiawaian membangun, menggarap opini publik melawan George W Bush. Inilah keunggulan kapitalis Barat (dengan George Bushnya) dengan jaringannya sebagai Sang Provokator, yaitu kepiawaiannya menggarap opini publik (public opinion management) dalam arenan information war, psy-war, ghazwul fikri, yang kini tak ada yang menandinginya.

Mr Bush, Downer, Howard jika memang benar-benar punya bukti kuat, bahwa pelaku Tragedi Bali 12 Oktober 2002 adalah jama’ah Islamiyah, Umat Islam Indonesia, silakan saja bom-mi Indonesia ini, seperti yang pernah dilakukan Amerika Serikat terhadap Jepang (Hiroshima, Nagasaki) enampuluh tahun yang lalu. Tapi jika tak punya bukti kuat, silakan tuan-tuan berhenti mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang memojokkan Umat Islam. Shut up your mouth.

Secara psikologis, apa sebenarnya faktor intern yang menyebabkan orang bisa menjadi terroris. Dan dari sudut lingkungan, apa sebenarnya faktor ekstern yang mendorong orang menjadi terroris. Jika faktor intern dan faktor ekstern ini dapat diminimalisir, maka dapatlah diharapkan bahwa terroris tak akan pernah ada lagi.

8 PBB kacungnya Amerika Serikat

PBB adalah organisasi, kumpulan para penguasa sedunia yang dikendalikan oleh Amerika Serikat (AS). Setiap apa yang didiktekan oleh AS pasti akan diterima, disetujui tanpa kritik oleh para anggota PBB. AS mendiktekan bahwa Irak (dengan Saddan Husseinnya) memproduksi dan menyimpan senjata kimia pemusnah massal. Para anggota PBB menerima, mengakuinya tanpa bantahan. AS mendiktekan bahwa Taliban dan AlQaeda (dengan Osama bin Ladinnya) adalah terroris, pelaku serangan terror 11 September 2001. Para anggota PBB menerimanya. AS mendiktekan ahwa Jama’ah Islamiyah dan Majelis Mujadhidin (dengan Abu Bakar Baasyirnya) adalah terroris, anggota jaringan AlQaeda, otak pelaku Tragedi Bali 12 Oktober 2002. Para anggota PBB menerimanya. Termasuk penguasa Indonesia menerimanya dengan sangat antusias.

Rasionalitas umat manusia sedunia telah dikendalikan oleh kekuasaan raksasa AS. Pikiran umat manusia sedunia telah dikontrol melalui penggunaan kata-kata dan pemberian makna tertentu. Sistem mengontrol pikiran umat manusia sedunia, yang disebut Noam Avram Chomsky “the American Ideological System”. Dibawah kendali sisten ini, maka “proses perdamaian” berarti “usulan perdamaian yang diajukan oleh AS”. Sedangkan usulan perdamaian yang dikemukakan oleh neara-negara Arab dianggap seagai penolakan (disebut rejeksionisme). Bila negara-anegara Arab menerima posisi AS, mereka disebut “moderat”. Bila mereka menolaknya, disebut “ekstremis”. Yang semula “ekstrem” aakan menjadi “moderat” bila menerima, mengikuti usulan/saran AS. “Terorisme” didiktekan berarti “tindakan protes yang dilakukan oleh negara-negara atau kelompok-kelompok kecil” (Jalaluddin Rakhmat : “Kamus Terrorisme Dari Chomsky”, dalam Noam Avram Chomsky : “Malintg Teriak Maling : Amerika Sang Terroris ?”, Mizan, Bandung, 2001).

Para penguasa dimana pun disenatero dunia ini taka suka dengan Islam. Tak suka dengan Hukum Tata Negara Islam, Hukum Tata Niaga Islam, Hukum Tata Sosial Islam, Hukum Tata Budaya Islam, Tak suka diatur oleh Islam. Seluruh penguasa sepakat menerima dikte AS bahwa Taliban dan AlQaeda (dengan Osama bin Ladinnya), Jami’ah Islamiyah dan Majelis Mujahidin (dengan Abu Bakar Baasyirnya) adalah terroris, pelaku kegiatan terror. Sesuai dengan kesepakatan yang didiktekan AS tersebut, maka penguasa Indonesia segera menangkap Abu Bakar Baasyir sebagai tersangka pelaku terror Tragedi Bali 12 Oktober 2002.

Kalau AS yang memberi sinyal, maka pastilah Abu Bakar Ba asyir akan mendekam dalam penjara. Sebelum ini, pemimpin-pemimpin umat islam seperti hassan AlBanna, Sayyid Quthub, Abul A’la AlMaududi, dan lain-lain diperlakukan semena-mena oleh penguasa setempat. Namun Abu Bakar Baasyir diperlakukan semena-mena oleh penguasa Indonesia atas konspirasi jaringan Internasional PBB yang dipimpin AS. Kekuatan provokasi AS tak ada tandingannya. Ia sanggup menjebloskan siapa saja yang tak disukainya ke dalam penjara, bahkan sekaligus melenyapkan, menghabisinya. Kepada Abu Bakar Baasyir disampaikan rasa keprihatinan yang mendalam atas perlakuan penguasa Indonesia yang semena-mena, semoga tetap sabar menerima musibah yang sekaligus juga merupakan musibah umat Islam semua, sebagaimana sikap Ibnu Taimiyah dalam penjara.

Jika jihad (QS 22:78), jika upaya penegakkan syari’at Islam adalah terrorisme, maka Jama’ah Islamiyah, Umat Islam adalah terroris. Demikian dijelaskan oleh Mudzakkir Muhammad Arif, MA dalam tulisannya “Terrorisme Menurt AlQur:an”, SABILI, No.01, Th.X, 25 Juli 2002, hal 13, tadabbur). Dan memanglah Amerika Serikat punya streotip, bahwa orang Islam itu terroris. Demikian diungkapkan oleh Dr Nurcholish Madjid dalam suatu wawancara (BANDUNG POST, Jum’at, 1 Mei 1998, hal 7).

Menurut Betrand Russel, di Amerika terdapat terroris yang dahsyat, namun koran tidak memberitakan hal itu dengan cukup memadai (Khurshid Ahmad : “Islam Lawan Fanatisme Dan Intoleransi”, Tintamas, djakarta, 1968, hal 35).

Definisi terorisme dalam perspektif Barat kaidahnya dibentuk oleh kultur Yahudi-Kristen dan bertumpu pada warisan sejarah terhadap dunia Arab-Islam yang tidak mungkin bisa diabaikan. Inilah yang ditegaskan Samuel Huntington, pemilik teori “prang peradaban” (The Clash of Civilization) yang menytakan bahwa prang yang terjadi sejalan dengan garis perpecahan antara dua peradaban : Barat – termasuk Israel – dan Islam yang sudah berlangsusng sejak 1300 tahun yang lalu. Interaksi yang telah berabad-abad usianaya antara Barat dan Islam ini, tidak akan reda dengan mudah begitu saja. Bahkan barangkali justru semakin parah (Musthafa muhammad Thahhan : Rekonstruksi Pemikiran Menuju Gerakan Islam Modern”, 2000:204).

Samuel Huntington menempatkan peradaban agma menjadi faktor yang sangat menentukan. Barat melawan yang bukan Barat. Termmasuk ke dalam Barat aalah Kristen Orthodoks, Katholik dan Protestan, Amerika Latin. Sedangkan yang bukan Barat aalah Dunia Islam dan Dunia Cina, termasuk ke dalamnya Konfusianisme, Jepang, Hinduisme India, Afrika (GATRA, No.24, 2 Mei 1998, hal 30).

Samuel P Huntington menyangsikan keberhasilan keangkitan Islam berdasarkan adanya benturan (clash) antara berbagai peradaban (ALMUSLIMUN, No.334, Januari 1998, hal 71, Tsaqafah, “The Clash of Civiliztion and the Remaking of World Order”, 1996).

9 Sang Pecundang (Korban Provokasi Terroris Global)

Kondisi Umat Islam dimana-mana adalah sebagai bangsa pecundang, bukan sebagai bangsa pemenang. Padahal umat Islam itu seharusnya das Solen) adalah umat yang super (QS 3:139, 47:35). Namun nyatanya (das Sein), di Aljazair, di Sudan, di Somalia, di Bosnia, di Oalestina, dan di lain-lain tempat, umat Islam jadi bulan-bulanan musuh-musuh Islam yang dikomandani oleh kapitalis Barat (gyhalabatir rijaal). AlQaeda, Taliban, Jama’ah Islamiyah, Majelis Mujahidin, Front Pembela Islam, Laskyar Jihad Ahlus Sunnah Wal jama’ah jadi bulan-bulanan musuh-musuh Islam. Media massa semacam koran PELITA, PANJI MASYARAKAT tak lagi menyuarakan Islam. Nanti, koran REPUBLIKA, SABILI bisa saja menyusul.

Umat Islam lemah dalam segala hal. Lemah dalam information war, psy-war, ghazul fikri. Tak mampu melakukan tugas menangkis tudingan lawan dengan cara-cara yang paling baik (QS 18:125, 29:46), jitu. Sebaliknya, kapitalis Barat dengan jaringannya sebagai Sang Provokator amat piawai membangun, menggarap opini publik. Gencar menggarap opini publik, bhawa Irak (dengan Saddam Husseinya) memproduksi senjata kimia pemusnah massal. Gencar menggarap opini publik, bhawa Taliban dan AlQaeda (dengan Osama bin Ladinnya) adalah terroris, pelaku serangan terror di Washington dan New York pada 11 September 2001. Gencar menggarap opini publik, bahwa Jama’ah Islamiyah dan Majelis Mujahidin (dengan Abu Bakar Baasyirnya) adalah terroris, anggota jaringan AlQaeda, otak pelaku Tragedi Bali 12 Oktober 2002. Umat Islam tak memiliki kemampuan untuk mengcounter (wa jadilhum billati hiya ahsan) tudingan lawan itu.

Juga lemah dalam arena phisical-war. Lemah secara ideologis (imaana) dan secara fisik (Ihtisaaba). Lemah dalam kualitas dan kapasitas. Padahal untuk menghadapi lawan (musuh) haruslah (das Sollen) dengan menyiapkan kekuatan yang dapat menggentarkan lawan (musuh) yang nyata dan lawan yang tak nyata (QS 8:60). Dengan semangat berkobar-kobar, dengan kesabaran (ketahanan) tinggi, dengan pimpinan Muhammad Rasulullah, maka pasukan Islam dapat mengalahkan musuh (lawan) yang sepuluh kali banyaknya (QS 8:65), setidaknya dapat mengalahkan musuh (lawan) yang dua kalibanyaknya (QS 8:66). Setelah Muhammad Rasulullah sudah tidak ada lagi, setelah semangat tak berkobar-kobar lagi, setelah kesabaran sudah tak ada lagi, maka (das Sein) tak ada tercatat dalam sejarah, pasukan Islam yang dapat mengalahakan lawan yang lebih besar jumlahnya dari pasukan Islam.

Kini, umat Islam tinggal sebagai bangsa pecundang. Tak punya pimpinan pemersatu ummat. Tak punya kekuatan ideologi (akidah), organisasi (jama’ah), displin (bai’ah, nizhamiyah), logistik (perangkat lunak dan perangkat keras). Dimana-mana, umat islam tak lagi berlindung, bernaung dibawah kekuasaan Allah, dan tak lagi berlindung, bernaung dibawah kekuasaan penguasa Islam, tak lagi berpegang pada hablum minallah wa hablum minannaas (QS 3:112).
1

Post a comment or leave a trackback: Trackback URL.

Leave a comment