Gerakan anti formalisasi syari’at Islam
Berbagai hujah, alasan, argumen dikemukakan untuk menolak formalisasi syari’at Islam. Penolakan formalisasi syari’at islam ini lebih didominasi oleh kalangan Islam sendiri (Muslim anti Islam). Peringatan-peringatan yang dikemukakan oleh pemimpin umat untuk menjaga, memelihara persatuan dijadikan seagai hujah, alasan, argumen untuk pembenaran penolakan syari’at islam.
M Natsir mengemukakan bahwa “Umat Islam sangat deman (senang) punya lawan. Kalau ada musuh mreka bersatu. Bila musuh tak ada lagi, mereka mencari musuh di kalangan sendiri” (SUARA MASJID, No.144, 1 September 1986, hal 4, “Editorial :Menyambut Abad Kebangkitan Dengan membina Umat”, oleh NZ (Natsir Zubaidi). Jalaluddin Rakhmat mengemukaka bahwa “riwayat Islam di Indonesia adalah riwayat uniks yang selalu berhimpun untuk berpecah” (PANJI MASYARAKAT, No.498, 21 Maret 1986, hal 17). Kamaluddin M mengemukakan bahwa “Arab sepakat untuk tidak sepakat” (KIBLAT, No.13, 5-18 September 1990, hal 64).
Umat Islam dikemukakan amat sangat santer berpecah belah. muhammad baqir menulis “Tentang Sabda nabi saw : Umatku akan Pecah 73 glongan” dalam PANJI MASYARAKAT, No.498, 4 Maret 1986, hal 36-37, yang mengemukakan antara lain bahwa para salaf, khalaf, ahlus sunnah, syi’ah, para pengikut aliran tasawuf atau filsafat (Islam), semuanya mengakui dan beranggapan dirinya memperjuangkan Islam, membela dan mendukung nabinya serta mengibarkan panjinya.
Kondisi riil umat Islam di mana pun kini (lokal, regional, maupun internasional) tak bedan dengan yang memusuhi Islam, yaitu “Kamu kira mereka bersatu, sedang hati mereka berpecah belah” (QS 59:14).
Konklusi, kesimpulan yang dikemukakan bahwa formalisasi syari’at Islam merusak persatuan, menimbulkan perpecahan. Karena itu formaslisasi syari’at Islam harus ditolak. “Dan sesungguhnya telah didusakan pila rasul-rasul sebelum kamu” (QS6:34).
1